Solo Backpacking Cambodia – Part 1: Preparation

It’s been a long time since I updated this blog. Due to the pile of works, finishing my master study, and current job (err actually it is because of my laziness, though :p). Lately I’ve been hooked on traveling, so I’ll post several of my old backpacking stories.

I went to Cambodia in December 2014. My paper accepted in APSIPA 2014 Conference, held in Siem Reap, Cambodia at 9-12 Dec 2014. I asked my Professor to go earlier for a tour and she allowed me to *yeeey*. So I prepare my journey a month before. Since I had plenty of time, I decided to visit its capital city, Phnom Penh before heading to Siem Reap. Here’s my list:

  1. Book flight tickets
  2. Plan itinerary
  3. Book hotel/hostel
  4. Book tuktuk driver

Flight Ticket

My lab paid for the flight tickets and hotel during the conference, so I am not going to tell you how to find a cheap flight tickets. I just find the flight that match with my itinerary, under the budget, of course x))

Itinerary

I was planning to spent a week in Cambodia from 6-14 Dec 2014. Exploring Phnom Penh first then heading to Siem Reap. I use “Trip It”, an android apps to help me save the itinerary. Here is my planned itinerary:

itin

 Hotel/Hostel

There are many cheap hotel/hostel in Cambodia. Just browse it in here, here, here or stumbled upon some traveler’s blog to find recommendation. Before my departure, I book accommodation in Siem Reap. During the conference, I stay at Bou Savy Guesthouse. I chose it because it is only 5 minutes walk from the conference venue, which is held in Sokha Angkor Resort (this 5 star hotel is nice, stay here if you got the money! x) )

Bou Savy is nice, I book for single bed, AC, with private bathroom, but they upgraded me to twin bed, AC, also with private bathroom *happy*. The breakfast is included in the package, and the menu is varied, from a simple baguette (with jam/egg)  to the traditional rice noodle dish. Since I wanted to taste its traditional food, I ordered the vegetable rice noodle dish, but the waiter said I couldn’t eat the dish since I am Moslem. You shouldn’t be afraid to go to Cambodia if you’re Moslem, there are Moslem community in Cambodia, so they’re familiar with Moslem rules, this country is Moslem friendly 😀

After the conference was over, I decided to move to the cheaper hotel near the night market, Mandalay Inn Hotel. The hotel was okay, $7 for single room AC with private bathroom, no breakfast included.

Tuktuk Driver

This is important. Since I traveled alone and in Cambodia the public transportation is confusing me, I booked tuktuk to drove me around the city. I looked someone who could speak English or Indonesian. In Phnom Penh, I book Nasim, a Moslem driver, ever worked in Malaysia, so he could speak English and Melayu (contact me if you need his number), while in Siem Reap, I book another Moslem driver, Salim. He also could speak English and Melayu.

 

So the preparation was done, and I was ready to go on board!

… to be continued to Part 2

 

 

#PrayforGaza #SavePalestine

Di tengah hiruk pikuk World Cup 2014, Pemilihan Umum Indonesia 2014, saudara-saudara kita di Palestina sedang menderita karena serangan zionis Israel. Sedih melihat banyaknya post di timeline social media tentang apa yang terjadi di Palestina, bagaimana anak-anak kecil itu menjemput ajal sementara mereka seharusnya masih menikmati masa kanak-kanaknya.

Basically, it is not the matter of religion, masyarakat yang tinggal di Palestina bukan hanya muslim, tetapi juga penduduk yang memeluk agama lain. Masalah yang *dari hasil baca-baca* muncul karena perebutan teritorial dan perbedaan idealisme, dan salah satu negara berusaha menguasai negara yang lainnya *CMIIW* ini semakin berlarut-larut dan tidak kunjung menemukan solusi. Where is UN when this humiliation happen in front of their eyes? Semua orang melihat apa yang terjadi, tetapi bahkan PBB tidak turun tangan.

10322664_10203211214633827_8000577177748780088_nIt doesn’t matter where are you come from or what is your religion, you only need to be human to see that this kind of thing Israel did to Palestine is wrong and awful. Semoga saudara-saudara kta di Palestina diberi ketabahan dan semangat juang dalam menghadapi hal ini. I couldn’t do anything beside praying for them.

In case you want to help them with donation, please kindly refer to this photo:

Donation

 

Ramadhan di Negeri Formosa

This is my first day of Ramadhan here in Taiwan, known as Formosa Country. Ketika subuh dimulai jam 3.39 a.m dan maghrib pada 6.49 p.m, di tengah 35 derajat suhu udara musim panas, di saat jauh dari keluarga dan saudara dekat, alhamdulillah masih diberi kesempatan untuk bertemu bulan yang suci ini dan melaksanakan puasa.

Dengan segala keterbatasan yang ada, Alhamdulillah masih bisa menunaikan sahur pertama, walaupun tanpa keluarga, tapi ada teman-teman seperjuangan yang menemani. Semoga Ramadhan kali ini segala doa kita dikabulkan *semoga segera mendapat tiket lulus dari Profesor ya Allah, semoga conference lancar, aamiin*, segala impian kita dibukakan jalan, segala kesalahan dan dosa terhapuskan, semoga pahala yang disebarkan bisa kita dapatkan, dan semoga tetap istiqamah di jalan kebaikan, aamiin..

Happy fasting everyone, wherever you are!

2:183

 

“O ye who believe! Fasting is prescribed to you as it was prescribed to those before you, that ye may (learn) self-restraint,-” (Al-Baqarah (2:183))

Regards from Taiwan,

June, 29th 2014. 04.54 a.m

happy fasting

 

Thought: Antara Mimpi dan Pandangan Masyarakat

Hmm, post yang satu ini sebenarnya memang sedikit *curhat* 😀

I am currently enrolled in NCU Taiwan, second year Master Degree Student, dan berharap bisa lulus tepat waktu. Seiring berjalannya waktu, entah kenapa saya merasa semakin kurang berilmu, dan masih ingin “berpetualang” ke tempat-tempat lain, menimba ilmu sebanyak-banyaknya dari pengajar-pengajar kelas satu, berinteraksi dengan berbagai macam orang dari seluruh dunia, dan merasakan kehidupan mandiri di negri orang. But then, di usia yang sekarang ini (still 23rd, anyway) dorongan untuk melanjutkan ke jenjang Ph.D membutuhkan pertimbangan yang amat sangat matang.

Why? Seperti yang saya tahu, di lingkungan tempat saya tinggal, far away from here, Indonesia, my beloved country, pandangan masyarakat mengenai wanita seusia saya, yang berpendidikan, dan masih ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi kurang mendapatkan apresiasi. Mereka (kebanyakan) pasti akan berkata, “sekolah terus kapan menikahnya?”. Memang tidak semua orang berpendapat seperti itu, tetapi di lingkungan tempat tinggal saya, di mana masih sedikit wanita yang berkesempatan mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, berpendapat bahwa wanita seumur saya yang akan menikah is better than wanita seusia saya yang masih melanjutkan kuliah, belum berpenghasilan, dan entah kapan akan menikah.

Bukannya saya merendahkan wanita yang memilih menikah di usia muda, teman-teman saya juga sudah ada yang menikah, dan mereka memiliki mimpi masing-masing, either melanjutkan pendidikannya, membaktikan diri pada keluarga sebagai ibu rumah tangga, atau memilih jalan yang lain di dunia kerja. People have their own choices. Some of them choose to get married, being a housewive (I adore people who choose this way, menurut saya ini adalah pilihan yang berat, keep fight, housewives!), some of them choose to get married, yet still continuing their study or pursuing their career. Then is it wrong if I choose to continuing my study first then get married?

Sometimes the biggest obstacle is not ourselves, it is, indeed, the people around us. Family, neighbors, friends, even acquaintances. Ketika wanita ingin meraih mimpi setinggi-tingginya, mereka terkadang akan menurunkan semangat juang kita dengan “what if” and “why don’t you”. Mungkin memang ada beberapa hal yang mereka ingin kita pertimbangkan, dan memang kodrat wanita, as they said, is being a mother and a great wive. Menjadi ibu dan istri yang baik adalah kewajiban wanita, memang, tetapi apakah karena itu kami tidak bisa meraih apa yang kami impikan? Jika lelaki yang ingin meraih mimpinya, pasti akan didukung, dan masyarakat akan memuji dengan setulus hati *maybe* jika kaum lelaki meraih kesuksesan. Well, that is a good thing. Tetapi terkadang saya merasa hal ini kurang adil. Let’s make the comparison. Seorang wanita, umur 27, lulus Ph.D, belum menikah, apa yang akan orang sekitarnya bilang? “makanya, jangan tinggi-tinggi kalau sekolah, nanti susah jodohnya”. Seorang lelaki, umur 27, lulus Ph.D, belum menikah, mungkin orang sekitarnya akan berkomentar baik “coba lihat si x, doktor, lulusan luar negri, dan masih single, calon menantu idaman”. See the difference?

Bahkan di kelas, di saat dosen saya menyemangati mahasiswanya untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, they said “kalau ada kesempatan langsung lanjut ke S 3 saja, eh tapi untuk mbaknya, menikah dulu ya mbak”. Salah satu dosen saya menambahkan, “nanti laki-lakinya minder”. Hmm.. but then he said ” tapi tergantung laki-lakinya. seharusnya tidak menjadi masalah”. Right, seharusnya pendidikan tinggi tidak menjadi masalah bagi kaum wanita, selama kami bisa membatasi dan menjaga diri. I once heard people talked, “buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau nantinya cuma jadi ibu rumah tangga”. I beg your pardon, being a housewive menurut saya bukanlah hal yang mudah. It is a hard way. Mendidik anak sedari kecil harus dilakukan oleh orang yang berpendidikan. Wrong way? then the result will totally go wrong. Pilihan apapun yang nantinya kami pilih, bukankah kami wanita, berhak, dan seharusnya, wajib berpendidikan tinggi? Memang, pendidikan yang dimaksud bukan hanya didapat dari bangku perkuliahan. We can get educated any where, every where. Menikah pun memang bukan halangan bagi wanita untuk menggapai mimpi. Tidak ada yang salah dengan menikah muda. No matter how old are you, when you’re ready (mentally, physically, economically, etc) then it’s okay for you to get married. Memang sih, dulu rasanya pingin nikah muda, maybe around this age, 23-25. Tapi setelah saya pikir-pikir lagi, I haven’t ready yet. Bukan karena ingin melanjutkan studi atau bekerja, but I just couldn’t imagine myself in a marriage life. Masih belum bisa mengemban tanggung jawab sebesar itu, mungkin. Because I really hope it will be a once in a lifetime moment.

Kok jadi melebar? Anyway, the point is, what is wrong with well-educated unmarried woman, dear society? Alhamdulillah keluarga terdekat saya selalu mendukung apa yang saya inginkan, selama itu baik dan berada di koridor Islam. My family, encourage me to pursue my dreams, it’s okay to go on Ph.D if you want, they said. Dan di depan orang-orang lain yang menanyakan “kapan nyusul” ketika di kondangan, atau keluarga besar yang menanyakan “kapan menikah” saat lebaran, they will said “belum saatnya, biar sekolah dulu”. As long as my family accept and agree with my plan, then for me it’s ok. 😀

Bagaimana Allah menjawab Doa-Doaku

Then which of the favors of your Lord will you deny?

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

(Q.S. Ar-Rahman)

Ya, maka nikmat Allah yang manakah yang sudah kudustakan? Hari ini  entah kenapa sedikit merenung serius *biasanya gak pernah serius ._.* tentang nikmat yang sudah Allah berikan padaku. Memang, ada kalanya saya merasa protes, tidak dikabulkan doanya, padahal sudah (merasa) berusaha dan berdoa dengan sepenuh hati. Tapi siapa yang tahu apa yang Allah rencanakan.

Seperti yang sudah kita ketahui, namun sering kita lupakan, bahwa Allah tidak pernah berkata “tidak” pada doa umat-Nya. Ada 3 respons Allah terhadap do’a yang kita ajukan.

  1. Ya, Dia akan mengabulkan apa yang kita panjatkan saat itu juga
  2. Tunggu, Dia akan mengabulkan doa kita, tetapi tidak sekarang
  3. Dia memiliki rencana lain yang lebih baik daripada apa yang kita inginkan

Dari ketiganya, alhamdulillah sudah pernah saya rasakan..

Yes, ketika khawatir dengan nilai mata kuliah yang diambil semester ini, karena hasil midterm yang sangat jelek *duh*, ketar ketir karena kalau tidak lulus harus mengulang tahun depan, yang berarti semakin lama lulusnya ._. Alhamdulillah Allah mengabulkan doa saya meluluskan ketiga mata kuliah tersebut, dengan nilai yang cukup. Hei, I asked for passing the grade, not being the number one in the class, so this is His answer. Meskipun dengan usaha yang penuh darah dan keringat juga sih ya, tapi Alhamdulillah, doa saya yang ini dikabulkan.

Wait, pertengahan tahun 2011 ketika saya sekeluarga umroh, saya berdoa di depan pintu Ka’bah, multazzam, di tempat-tempat dan waktu yang dihijabah doanya, saya memohon supaya bisa lulus S1 tahun itu dan diberikan kesempatan ke menimba ilmu di luar negri. Doa saya untuk kelulusan dikabulkan beberapa bulan setelahnya, 21 Maret 2012, dan kesempatan untuk menimba ilmu ke luar negri akhirnya dikabulkan di pertengahan 2013. I have to wait for almost 2 years for my pray. But it is worth the wait. Kenapa? kalau untuk kelulusan memang my bad, salahnya sendiri males-malesan kerjain skripsi ._. *this is the proof that we should also tried our best, tidak cuma berdoa tapi tidak ada usaha*. Jika, saya diberi kesempatan ke luar negri pada tahun itu, mungkin akan berbeda. Tetapi yang saya yakin, bahwa saya baru diberi kesempatan itu setelah 2 tahun menunggu adalah yang terbaik bagi saya. Mungkin, pada tahun itu I haven’t grown up and mature, not only my behavior, but also my way of thinking and my religion basic. Entah apa jadinya saya jika pergi tahun itu. Ketika berangkat tahun lalu saja, masih merasa banyak kekurangan, baik dalam ilmu, kemandirian, kedewasaan, maupun basic agama yang akan membantu saya survive. Apalagi jika berangkat tahun 2011. Alhamdulillah He answer my du’a last year.

He has a better plan for me, seringkali saya merasakan yang satu ini. Tentang pemilihan riset dan universitas, misalnya. Riset saya di S1 adalah tentang fiber optik. Right after the DD scholarship announced, saya berdoa bisa mendapatkan Profesor dan topik riset yang sesuai dengan skripsi di S1. Nyatanya? sekarang saya malah beralih ke bidang yang berlawanan dengan fiber optik, yaitu antenna dan FPGA board. Why? Yang bisa saya pikirkan adalah memang ini yang terbaik, karena toh kalau nantinya saya pulang ke tanah air, bidang riset yang saya inginkan di fiber optik masih di angan-angan dan tidak bisa diimplementasikan dalam waktu dekat, atau malah tidak akan diimplementasikan di Indonesia. Sementara tentang topik riset yang sekarang, insya Allah bisa diimplementasikan segera, mungkin akan mengalami beberapa modifikasi, but it is, indeed, implementable, dan tidak “mengada-ada”. He really has a best plan for me.

Ada memang, do’a saya yang belum diberikan jawaban oleh Allah, walaupun sama-sama saya panjatkan di depan multazzam, tetapi doa yang ini belum ada jawabannya. Jelas bukan “yes”, mungkin “wait” atau “He has a better plan”.  Atau mungkin Dia sudah memberikan jawaban, hanya saja saya yang tidak mampu menangkap tanda-tanda yang diberikan-Nya? Manapun jawaban yang diberikan, it is surely the best for me. Doa apa itu? just let me keep it by my self 😀

Maka, renungan saya hari ini, tidakkah saya malu selalu meminta pada Nya, masih protes dan merasa “iri” dengan kondisi orang-orang di sekitar, ketika Dia sudah menjawab doa-doa saya, dan selalu memberikan yang terbaik bagi saya? Then, seperti yang sering diulang dalam Q.S. Ar-Rahman, “Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu abaikan?”

DSR Lab, February 19th 10.21

Taiwan Culinary Adventure: Zhongli Halal Food

As I am here in Taiwan, sebuah negara dengan prosentasi jumlah muslim yang hanya 0.2% saja (sumber: Chinese Muslim Association, Taiwan) sangatlah jarang bisa menemukan makanan halal di sini. Untungnya, lokasi kampus yang relatif”dekat” dengan masjid (kira-kira 30 menit, harus naik bus 2x) memungkinkan saya untuk menikmati makanan yang Insya Allah dijamin kehalalannya dari sebuah warung Indonesia,

Menunya khas Indonesia juga, opor ayam, kare ayam, rendang, soto,dkk.. Memang sedikit mengobati kerinduan akan masakan Indonesia di perantauan. Tapi tetep aja, rasanya lebih enak yang di Indonesia *haha*. Harga seporsi makanan di sini antara 60-80 NT. Selain bisa dibeli langsung ke warungnya, Mba Wati juga melayani delivery service untuk mahasiswa di NCU dan universitas lain di sekitar Taoyuan County. Delivery dilakukan seminggu sekali setiap hari Rabu. Jadi, Selasa malam Mba Wati akan mengumumkan menu yang bisa dipesan untuk hari Rabu (bisa pesan daging halal mentah juga) di grup facebook *sampai ada grupnya juga* kemudian pesanan akan diantar setiap Rabu malam ke tiap kampus yang memesan 😀

Warung Indonesia Mba Wati

Warung Indonesia Mba Wati

Ukuran satu porsi sangat banyak, lauk dan nasinya aja sampai menggunung *ketauan kalau makannya banyak* :p

Selain di daerah Masjid Longgan, ada juga makanan halal di Zhongli Night Market, kebab!

Dibandingkan dengan kebab turki baba r*f* yang terkenal di Indonesia itu, kebab ayam di night market ini lebih menyerupai chicken burger. Penjualnya seorang muslim Pakistan yang sudah lama di Taiwan. Harganya 60 NT untuk kebab with cheese. It is, indeed, delicious!

Pakistani Kebab

Pakistani Kebab

Selain itu ada juga Mie Thailand di dekat Zhongli Train Station, penjualnya orang Thailand muslim yang sudah lama di Zhongli. Rasa makanannya khas Thailand, lebih ke asam segar. Harganya sekitar 50-70 NT seporsi.

Mie Thailand

Mie Thailand

Pesanan saya waktu itu adalah mie seafood, isinya bola-bola kepiting, cumi, dan bakso ikan. Rasanya sedikit hambar kalau untuk lidah orang Indonesia yang sering makan makanan berempah, tapi mie ini enak dan segar 😀 Kalau ingin yang lebih berasa ada mie daging atau mie ayam, atau mau mencoba rujak ala thailand? Just come here and try the food *kok jadi promosi* :p

Selain makanan yang terjamin kehalalannya, ada beberapa makanan lain yang tidak ada penanda Halal, tapi kita sebagai muslim aman memakannya. Nantikan di blog post selanjutnya ^_^

Intermezzo

Finally, semester ini sudah berakhir, setelah berusaha keras, sekarang tinggal berdoa berharap mendapatkan hasil yang terbaik, aamiin.. >.<

Dikarenakan masuk musim liburan semester, chinese new year juga, jadi weekly report untuk Prof tercinta diliburkan 2 minggu *horeee! xD*

Maka sudah saatnya update blog yang mulai berdebu ini *tiup-tiup debu*. Nantikan postingan #superlatepost selama 6 bulan di Taiwan ini 😀

Happy Wedding, Elsa!

Zhongli, Taiwan, Jumat 1 November 2013,

*Because I join the cultural trip on Friday night-Sunday night, I write this post now and publish it on your wedding day*

Salah seorang teman saya akan menikah! Elsa, orang ketiga di Elektro UB angkatan 2008 yang malam ini melepas masa lajangnya.

Elsa, salah seorang teman seperjuangan saat kuliah, akrab sejak sama-sama menjadi asisten Lab Telkom,  PKL di PT.Telkom Malang, sampai bersama-sama mengejar dosen saat bimbingan skripsi *:p*

Now she will be Mas Nanda’s wife *finally* . She met him in the college, dan sudah bersama selama bertahun-tahun  dengan berbagai cerita yang menghiasi *tsaah* :p

Kalau mengingat masa-masa itu jadi ketawa-ketawa sendiri ya, mulai dari cekikikan di Lab, curhat-curhat sampai nangis-nangis di Lab, numpang di kosanmu nunggu kuliah, nungguin Pak Soleh yang lagi sibuk banget buat bimbingan.. Eh sekarang kamu sudah jadi istri orang 😀

I feel happy that now you finally together with him, secara sah, dan untuk selamanya *aamiin*.. However, post ini ditulis karena saya tidak bisa menghadiri acara pernikahannya *kenapa gak nikah sebelum aku berangkat aja sih? *seenaknya* :p

Happy wedding, Elsa!

I am sorry that I couldn’t attend your wedding party on Sunday.. Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah bersama Mas Nanda, ya Sa.  I wish your happiness ever after ^^ *ditunggu kabar aku punya ponakan ya :p

 

Sincerely,

Nia